Saturday, July 24, 2010

Kisah sukses owner loundry kiloan "Simply Fresh"

TUNDA DULU KESENANGANMU

Ya kata-kata diatas sangat jelas sekali kemana maksud arah yang ingin saya sampaikan..

Mungkin terdengar cukup klasik dan sering sekali kita dengar.

Hanya jangan remehkan terhadap perkataan ini, terdengar sederhana namun sangat berefek luar biasa jika kita bisa secara konsisten menjalankannya. Dengan umur 25 tahun sekarang saya telah memiliki Jaringan Waralaba Laundry Kiloan Pertama dan Terbesar di Indonesia (Simply Fresh laundry) dengan jumlah outlet 120 outlet dan 250 keagenan tersebar di 50 kota di Indonesia di seluruh Indonesia dari Aceh sampai Papua, dan dalam waktu dekat akan segera ekspansi keluar negeri. Ditambah bisnis lainnya yaitu bisnis Resto di Jakarta, yang setelah 3 tahun berdiri di awal tahun ini mulai di franchisekan dengan dipandu chef hotel berpengalaman lebih dari 12 tahun, lalu yang baru-baru ini mulai saya kembangkan yaitu berbisnis Property membangun perumahan dengan badan hukum PT.Vindra Sushantco Putra.

Judul diatas persis sekali seperti yang saya alami saat saya awal menjalankan bisnis, dimana saat itu saya masih duduk di bangku kuliah.Beginilah kegiatan rata-rata anak kuliahan, Pagi sampai siang masuk kuliah , selesai kuliah mencari kegiatan untuk mencari waktu kosong, berkumpul bersama teman-teman, berorganisasi , ataupun menghabiskan waktu di kamar kos/rumah dengan kegiatan santai membaca buku ataupun menonton film DVD/VCD , atau saat sedang ada tugas yang sudah menjelang deadline baru sibuk mengerjakan tugas dengan mencari-cari referensi browsing di internet.

Ya seperti itulah sosok kegiatan yang juga pernah saya lakukan sewaktu masih berstatus mahasiswa semester 1- semester 3, dimana konsentrasi utama yaitu lulus kuliah dengan Indek Prestasi baik supaya mudah mencari pekerjaan di masa mendatang.


Menginjak di Semester 4 mulailah bisnis saya yang pertama, mulanya saya terjun ke dunia bisnis karena adanya keinginan bersama teman, yaitu berbisnis pakaian kaos anak muda , atau biasa disebut dengan distro & clothing, yang memang saat itu sedang nge-trend sekali.

Bisnis pertama ini saya jalankan dengan join bersama salah satu teman saya, dengan modal seadanya dikumpulkan berdua, namun namanya baru pertama kali berbisnis usaha pun dijalankan dengan tidak adanya visi, misi dan arah yang jelas. Orang bilang pengalaman mahal harganya, dan dibisnis pertama inilah batu loncatan yang membuat saya mengerti dan memahami artinya bisnis, yang membuat saya jatuh cinta menjadi seorang wirausaha ketimbang pegawai. Saya jalani bisnis ini disela-sela waktu kuliah, bergantian jaga outlet bersama teman join saya, saling bergantian kuliah dan "nitip absen" kuliah jika saat jadwal jaga. Mulailah saya mengetahui artinya Konsinyasi, Akuntansi, Marketing, Distribusi, Produksi, Manajemen, dan istilah-istilah ekonomi lainnya yang sebelumnya hanya pernah saya dengar di bangku sekolah. Bahkan dengan berbisnis distro ini saya jadi bisa untuk membuat design grafis, yang dituntut mau tidak mau untuk belajar.

Lalu sambil tetap menjalankan bisnis distro sampai menjadi 2 cabang, lalu saya juga bersama join teman membuka usaha konter handphone disalah 1 Mall di kota Jogja. Disini mental saya benar-benar terlatih didalam menghadapi pelanggan, dimana proses tawar menawar menjadi hal yang tidak asing lagi bagi saya, sehingga didalam berdiplomasi degan pelanggan menjadi lebih baik dari waktu ke waktu.


Seiring berjalan waktu, kembali lagi karena tidak adanya visi,misi, dan target yang jelas 2 bisnis yang saya jalankan tersebut mulai bisa dibilang menurun, dikarenakan bermacam-macam kendala, mulai dari tidak konsen mengelola karena sibuk kuliah, lalu adanya ketidakcocokan dengan teman join, akhirnya resmi ditutup dan saya menjalankan bisnis pertama saya sendiri, tanpa join dengan teman.


Di semester ke -6 barulah saya menjalankan bisnis ke-3 saya yaitu bisnis mencuci pakaian kotor atau biasa disebut laundry. Bisnis ini juga cukup menjamur , apalagi di kota Pelajar seperti Yogyakarta ini, setiap sudut kota ada jasa pencucian.

Dengan hanya bermodalkan 1 mesin cuci dan 1 mesin pengering saya tetap bersemangat memulai menjalankan bisnis ini.Modal yang saya miliki saat itu sangat terbatas yang sebagian diperoleh dari sisa 2 bisnis saya sebelumnya, ditambah pinjaman dari orang tua dan dari pinjaman suatu lembaga peminjam keuangan.

Banyak suka duka yang saya alami menjalankan bisnis ini, karena sama sekali buta terhadap bisnis mencuci pakaian. Namun saya tetap bersemangat untuk selalu mencoba dan mencoba berinovasi serta selalu bertanya kesana kemari bagaimana sistem yang tepat didalam menjalankan bisnis laundry. Kunci utamanya adalah tidak boleh malu, berani menghadapi segala kendala yang ada, dan harus tetap selalu bersemangat.

Yang rutin saya jalankan setiap ada waktu senggang diluar jam kuliah saya ikut bekerja membantu pegawai saya di laundry, mulai dari menghitung pakaian kotor konsumen, mengantar jemput pakaian konsumen , mensetrika, sampai dengan lembur tidak tidur demi untuk menjaga pelayanan kualitas , dimana service yang saya berikan adalah pelayanan 1 hari jadi, namun dengan hanya jumlah mesin yang terbatas mau tidak mau saya harus terus menggiling pakaian 1x24 jam nonstop saat jumlah pakaian menumpuk.

Ketika teman-teman saya yang lain sibuk berkegiatan mengisi waktu, saya dengan konsisten terus bekerja tanpa merasa lelah, entah mengapa rasa capek tidak pernah saya rasakan, mungkin karena saya lakukan dengan perasaan senang hingga semua itu tidak terasa.

Sebagian teman-teman saya tidak habis pikir dengan apa yang saya lakukan ini, mereka melihat bahwa saya hidup sudah berkecukupan buat apa susah-susah untuk bekerja demikian kerasnya (menurut versi mereka sih, padahal uang jajan juga pas-pas an... hehehe). Tetapi kembali lagi saya balik, dengan hidup yang sudah diberikan fasilitas-fasilitas kenapa tidak dimanfaatkan untuk suatu kegiatan yang bermanfaat. Orang tua saya tinggal berbeda kota dengan saya. Justru dengan fasilitas tersebut saya gunakan dengan maksimal mungkin, mulai dari mobil yang saya gunakan untuk antar jemput mengambil pakaian pelanggan, saya rela antar jemput ambil dari kost per kost, dimulai dari kost tempat teman-teman kuliah sampai mengantar jemput rekanan perusahaan. Saya semenjak berbisnis laundry tidak pernah meminta lagi kiriman dari orang tua, sudah benar-benar mandiri dari hasil usaha yang saya jalankan.

Walaupun saya sibuk di bisnis laundry ini saya pun tetap tidak melupakan kuliah, saat sedang musim ujian pun saya lakukan sambil belajar di laundry. Dengan tekad yang kuat akhirnya saya dapat menselesaikan kuliah tepat pada waktunya yaitu dengan waktu 4 tahun, dengan mendapat IPK 3,30 di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.


Di waktu kelulusan ini bisa menjadi waktu kesenangan dan waktu tantangan dari orang tua. Dimana keluarga yang tidak memiliki background pengusaha berpikir, buat apa sekolah tinggi-tinggi seorang Sarjana Hukum lulusan PTN hanya menjadi "tukang cuci". Saat itu outlet Simply Fresh laundry baru berjumlah 3 outlet, yang bisa berkembang menjadi 3 outlet berkat kerja keras yang saya jalankan.

Akhirnya atas desakan orang tua saya mencoba melamar di Bank Indonesia, dimana saat itu ada bukaan lowongan secara nasional. Saya berhasil melewati 4 tahap penseleksian menyisihkan 8000 calon pegawai BI, hanya tinggal 1 tahap wawancara di Jakarta. Timbullah kebimbangan di hati saya, apakah akan mengikuti tes wawancara yang kemungkinan 80% diterima, dimana gaji yang cukup besar untuk fresh graduate yaitu 15 juta per bulan atau menjadi seorang pengusaha dengan pendapatan yang tidak pasti.Akhirnya saya menguatkan hati untuk menjadi pengusaha, dan untuk meyakinkan orang tua saya yang kecewa saya berjanji "Pah jika dalam waktu 1 tahun saya tidak sukses dibisnis ini, saya mau disuruh berkerja jadi apa saja saya mau." dan Alhamdullilah janji tersebut benar-benar menjadi pemacu saya, dan dalam waktu 1 tahun outlet Simply Fresh Laundry menjadi berjumlah 30 outlet, dan orang tua pun mendukung penuh terhadap bisnis yang saya jalankan ini.

Ternyata dengan mau secara konsisten menunda kesenangan tersebut akhirnya saya dapat menikmati hasilnya saat ini, ketika teman-teman saya sibuk untuk melamar pekerjaan atau sibuk memulai untuk berbisnis saya dapat lebih dulu menikmati hasilnya dengan memperoleh pengalaman yang banyak dan bisnis yang saya rintis telah berkembang mencapai kesuksesan.

Ya inilah salah satu rahasia kesuksesan , yaitu Tunda dulu kesenangan-kesenanganmu yang membuatmu menjadi tidak fokus, teruslah konsisten terhadap tujuan.



Agung Nugroho Susanto,SH

MM TDA DOJO, Yogyakarta.



Presiden Direktur

PT.Sushantco Indonesia

PT.Vindra Sushantco Putra

FRANCHISOR - RESTO & CAFE - LAUNDRY & DRY CLEANING - CLOTHING SHOP - DEVELOPER - GENERAL TRADE & SERVICE



Head Office :

Jalan Monjali No.251, Sinduadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta. 55284

phone : 0274-6411333

Fax : 0274-6411322

Sumber : http://agung-nugroho-susanto.blogspot.com

Friday, July 23, 2010

Naomi Susan; Muda, Cantik, Kaya Prestasi

Bersahaja, cantik, muda dan sedikit ‘bandel’, mungkin itu yang ada di benak kita ketika pertama bertemu, namun siapa sangka, gadis mungil kelahiran Januari 1975 ini adalah salah seorang Direktur di beberapa perusahaan yang terbilang cukup sukses dalam belantara bisnis Indonesia.

Perjalanan karir Naomi Susan memang terbilang unik, perempuan ini sempat kesulitan membangun jaringan, namun penyuka warna merah ini justru memanfatkan kelebihan pada dirinya untuk menjalin hubungan dengan para kliennya, “Aku sadar betul jika manusia itu memiliki kekurangan dan kelebihan”, ujarnya.

Kelebihan pada dirinya dalam berkomunikasi, membuat ia memutuskan meneruskan pendidikan di Jurusan PR dan Comminication Bisnis. Naomi sadar betul bahwa kelabihanya berada di ’mulut’, hingga perlu di asah secara profesional sebagai bekal bekerja. ”Karena ’mulut’ itu juga saya sempat ditawari menjadi seorang pengacara”, aku Naomi.

Hal serupa juga pernah ia alami ketika ia menjadi pemilik saham PT. OVIS INTERNATIONAL yang bergerak di bidang Card Connection International sebagai seorang direktur. ”Mungkin klien saya beranggapan, direkturnya kecil begini, jangan-jangan perusahaanya juga perusahaan main-mainan” ungkapnya dengan nada jenaka.

Gadis Lulusan University of Portland Oregon USA (Marketing Communications/ PR) ini juga bercerita, bahwa lamarannya sempat ditolak oleh PT. Ovis Utama (produk Ovis Dining club) sebelum dipanggil kembali untuk menduduki jabatan sebagai PR. Pemilik hidung bangir ini tahu kenapa ia dulu ditolak, ”Pak Wibowo Gunawan (pemilik perusahaan/President Director) mengatakan bahwa saya too qualified untuk jabatan yang dulu saya lamar,” ungkapnya.

Sebelum bergabung dengan PT. Ovis International dan sukses seperti sekarang, Naomi sempat mengalami masa-masa sulit. Ketika masih bekerja di Perusaahaan Advertising Company sebagai AE (Account Executive), ia berniat mempunyai usaha sendiri. Naomi sempat terjun di lantai bursa. Namun usaha tersebut gagal, modal yang ia kumpulkan sedikit demi sedikit nyaris habis. ”Rasanya perih sekali waktu itu”, ujar pehobi olah raga ini.

Setelah beberapa bulan bekerja di PT. Ovis Utama, perusahan tersebut terpilih sebagai pemegang Master Franchise dari Card Connection International. Naomi diberi kesempatan menjadi investor oleh pemilik perusahaan. Ia sempat ragu dan menolak, karena masih trauma dengan kejadian di lantai bursa beberapa waktu lalu. Tapi sang pemilik perusahaan meyakinkan bahwa ia pasti bisa dan sanggup menjalankannya.

Baru dua bulan menjalani bisnis Card Connection, krisis moneter menerpa Indonesia, membuat perusahaan yang dipimpinnya merugi. ”Saat krisis para klien pasti ingin berhemat dengan mencari produk dengan fasilitas discount.” Naomi menambahkan value added sebagai Priviledge and Promotion Services sehingga pendekatan kepada klien lebih rasional.

Dari bisnis ini Naomi Susan mencapai kesuksesannya, hingga menjadi pebisnis tangguh yang diperhitungkan. Perusahan-perusahaan baru dari Ovis Group lahir dari keahliannya di bidang marketing, berjalan sejajar dengan bisnis-bisnis pribadinya mulai dari properti sampai restoran. Iapun berhasil menjadi Entrepreneur sukses.

Saat ini Naomi Susan tercatat sebagai direktur yang memiliki sekurangnya tujuh perusahaan di antaranya PT. Natural Semesta yang sedang ia bangun, sebuah perusahaan yang bergerak dibidang café, playground, salon kecantikan & refleksi, Foto Studio serta Learning Center.

Di luar kesuksesannya sebagai wanita karir, gadis periang ini merupakan sosok humanistis. Ia ternyata tidak terlalu ’ngoyo’ mengejar materi, ”Saya memang punya prioritas dalam hidup dan itu tidak melulu mencari uang, ada hal lain yang juga harus saya kerjakan dan jalani,” ungkap Naomi bijak. ”Succes is balance,” tambah Naomi. Kalimat ini menjadi mimpi Naomi. ”And I have to make it, saat bisnis tersebut sukses, maka keseimbangan akan selalu berbanding lurus,” ungkap Naomi berfilosof.



Sumber: http://www.perempuan.com/index.php?ar_id=3768

Thursday, July 22, 2010

Pintar Vs Bodoh


1. Terlalu Banyak Ide – Orang “pintar” biasanya banyak ide, bahkan mungkin telalu banyak ide, sehingga tidak satupun yang menjadi kenyataan. Sedangkan orang “bodoh” mungkin hanya punya satu ide dan satu itulah yang menjadi pilihan usahanya

2. Miskin Keberanian untuk memulai – Orang “bodoh” biasanya lebih berani dibanding orang “pintar”, kenapa ? Karena orang “bodoh” sering tidak berpikir panjang atau banyak pertimbangan. Dia nothing to lose. Sebaliknya, orang “pintar” telalu banyak pertimbangan.

3. Telalu Pandai Menganalisis – Sebagian besar orang “pintar” sangat pintar menganalisis. Setiap satu ide bisnis, dianalisis dengan sangat lengkap, mulai dari modal, untung rugi sampai break event point. Orang “bodoh” tidak pandai menganalisis, sehingga lebih cepat memulai usaha.

4. Ingin Cepat Sukses – Orang “Pintar” merasa mampu melakukan berbagai hal dengan kepintarannya termasuk mendapatkahn hasil dengan cepat. Sebaliknya, orang “bodoh” merasa dia harus melalui jalan panjang dan berliku sebelum mendapatkan hasil.

5. Tidak Berani Mimpi Besar – Orang “Pintar” berlogika sehingga bermimpi sesuatu yang secara logika bisa di capai. Orang “bodoh” tidak perduli dengan logika, yang penting dia bermimpi sesuatu, sangat besar, bahkan sesuatu yang tidak mungkin dicapai menurut orang lain.

6. Bisnis Butuh Pendidikan Tinggi – Orang “Pintar” menganggap, untuk berbisnis perlu tingkat pendidikan tertentu. Orang “Bodoh” berpikir, dia pun bisa berbisnis.

7. Berpikir Negatif Sebelum Memulai – Orang “Pintar” yang hebat dalam analisis, sangat mungkin berpikir negatif tentang sebuah bisnis, karena informasi yang berhasil dikumpulkannya sangat banyak. Sedangkan orang “bodoh” tidak sempat berpikir negatif karena harus segera berbisnis.

8. Maunya Dikerjakan Sendiri – Orang “Pintar” berpikir “aku pasti bisa mengerjakan semuanya”, sedangkan orang “bodoh” menganggap dirinya punya banyak keterbatasan, sehingga harus dibantu orang lain.

9. Miskin Pengetahuan Pemasaran dan Penjualan – Orang “Pintar” menganggap sudah mengetahui banyak hal, tapi seringkali melupakan penjualan. Orang “bodoh” berpikir simple, “yang penting produknya terjual”.

10. Tidak Fokus – Orang “Pintar” sering menganggap remeh kata Fokus. Buat dia, melakukan banyak hal lebih mengasyikkan. Sementara orang “bodoh” tidak punya kegiatan lain kecuali fokus pada bisnisnya.

11. Tidak Peduli Konsumen – Orang “Pintar” sering terlalu pede dengan kehebatannya. Dia merasa semuanya sudah Oke berkat kepintarannya sehingga mengabaikan suara konsumen. Orang “bodoh” ?. Dia tahu konsumen seringkali lebih pintar darinya.

12. Abaikan Kualitas -Orang “bodoh” kadang-kadang saja mengabaikan kualitas karena memang tidak tahu, maka tinggal diberi tahu bahwa mengabaikan kualitas keliru. Sednagnkan orang “pintar” sering mengabaikan kualitas, karena sok tahu.

13. Tidak Tuntas – Orang “Pintar” dengan mudah beralih dari satu bisnis ke bisnis yang lain karena punya banyak kemampuan dan peluang. Orang “bodoh” mau tidak mau harus menuntaskan satu bisnisnya saja.

14. Tidak Tahu Pioritas – Orang “Pintar” sering sok tahu dengan mengerjakan dan memutuskan banyak hal dalam waktu sekaligus, sehingga prioritas terabaikan. Orang “Bodoh” ? Yang paling mengancam bisnisnyalah yang akan dijadikan pioritas

15. Kurang Kerja Keras dan Kerja Cerdas – Banyak orang “Bodoh” yang hanya mengandalkan semangat dan kerja keras plus sedikit kerja cerdas, menjadikannya sukses dalam berbisnis. Dilain sisi kebanyakan orang “Pintar” malas untuk berkerja keras dan sok cerdas,

16. Menacampuradukan Keuangan – Seorang “pintar” sekalipun tetap berperilaku bodoh dengan dengan mencampuradukan keuangan pribadi dan perusahaan.

17. Mudah Menyerah – Orang “Pintar” merasa gengsi ketika gagal di satu bidang sehingga langsung beralih ke bidang lain, ketika menghadapi hambatan. Orang “Bodoh” seringkali tidak punya pilihan kecuali mengalahkan hambatan tersebut.

18. Melupakan Tuhan – Kebanyakan orang merasa sukses itu adalah hasil jarih payah diri sendiri, tanpa campur tangan “TUHAN”. Mengingat TUHAN adalah sebagai ibadah vertikal dan menolong sesama sebagai ibadah horizontal.

19. Melupakan Keluarga – Jadikanlah keluarga sebagai motivator dan supporter pada saat baru memulai menjalankan bisnis maupun ketika bisnis semakin meguras waktu dan tenaga

20. Berperilaku Buruk – Setelah menjadi pengusaha sukses, maka seseorang akan menganggap dirinya sebagai seorang yang mandiri. Dia tidak lagi membutuhkan orang lain, karena sudah mampu berdiri diats kakinya sendiri

Wednesday, July 21, 2010

kilas balik (1)...."kebelet berwirausaha"


Ternyata sudah lama juga yah tidak menulis di blog ini terakhir kali di tahun Maret 2008, saat itu persiapan mau "resign" alias memajukan diri. Kerinduan untuk menulis ini muncul kembali gara-gara di sentil oleh mas Budi saat forum sharing TDA Samarinda di cafe zupa-zupa samarinda. Akhirnya dengan meluangkan waktu sedikit, kucoba untuk menuliskan perjalanan hidup, perjuangan hidup yang tidak pernah kering dari perasaan senang, bahagia, sedih dan menyesal akan sesuatu.

Saat kuputuskan untuk resign saat itu aku merasa sudah siap segalanya, bahkan istri yang tadinya menolak akhirnya mau mengerti alasanku untuk resign padahal waktu itu dia lagi hamil 8 bulan dan kami belum memiliki rumah alias masih dipinjemin oleh perusahaan untuk tinggal di rumah dinas untuk sementara waktu, saat itu aku merasa ok2 saja walau pada akhirnya aku merasa malu juga, alasanku untuk menunda kepindahan dari rumah dinas di perusahaan lama dikarenakan rumah yang kubeli dengan konsep GILA itu belum selesai alias masih tahap finishing (walau akhirnya baru bisa ditempati bulan November 2008 atau selang 4 bulan sejak aku resign). Aku merasa bangga sekali, aku merasa freedom, aku merasa orang paling bahagia dan aku yakin bahwa keputusan ini adalah keputusan yang tepat, ini lah keputusan ideal seorang yang sudah kena virus nya mbah Purdie (he..he..he..).

Bisnis Taman Kanak2 (TK) ku berjalan dengan baik, wajar karena dengan sistem waralaba Primagama semua sistem sudah berjalan dengan baik, aku hanya di pusingkan dengan masalah2 internal (hubungan antara karyawan). Kami juga pada akhirnya membuka cabang baru di kota Balikpapan berbekal keuntungan dari TK di Samarinda yang sengaja kami belum nikmati. Laba di tahan ini kami investasikan juga untuk mengelola sebuah kolam renang di salah satu perumahan di kota kami. Saya bersama perusahaan TMI (saya sebagai DIRUT nya) semakin berkembang, dan saat itu aku merasa ini lah seorang TDA sejati (sombong yah...) dan pada saat bersamaan saya juga bekerjasama dengan master franchise bimbel Primagama Kaltim membuka cabang baru di kota Grogot (Kaltim) dan juga mengakusisi sebuah bimbel Primagama di kota Balaraja (Serang, Banten). Dan pada saat bersamaan saya bekerjasama juga dengan seorang sahabat di kampus dulu (ITB) berbisnis trading karet dengan mendirikan gudang penampungan di Kopo, Kabupaten Bandung, kenapa saya memilih dia untuk bekerjasama karena dia adalah pemain karet yang sudah Go International dan udah berpengalaman ekspor karet ke beberapa negara tetangga seperti malaysia, korea dan cina. Rupanya mata ini "masih kalap" sekali sampai2 saya memberanikan diri untuk bermain trading karet juga di pedalaman Kalimantan Tengah berbekal semangat dan uang "cash back dr. property ku", dan hebatnya kupercayakan uang puluhan juta itu kepada teman yang sama2 baru memulai bisnis yang juga lagi semangat2 nya berbisnis. Berhenti sampai di situ?......tidak, saya juga tergoda bermain index Hangseng di salah satu future. Jadi lengkaplah seorang Zainal Afandi menjadi seorang Pengusaha.

Saat lagi semangat2 nya aku seolah berada dalam sebuah dunia yang sangat sempit sekali yang ada hanya saya seorang yang lagi mencoba membangun sebuah kerajaan bisnis. Tapi pada bulan Mei 2008 saya membeli sebuah buku dari Brad Sugar (saya lupa title nya), selama ini saya mengagumi beliau dan banyak mengambil referensi ilmu2 beliau, tapi ada sebuah kata2 yg di tulisnya itu yg membuat saya tersontak kaget......

Kata2 itu adalah "kebelet berwirausaha" jadi menurutnya ada orang yg menjadi seorang entrepreneur melalui sebuah proses dan ada juga yg berbekal motivasi2 instan sehingga dia terjebak dalam istilahnya "kebelet berwirausaha" tadi. Kata2 ini menohok hati ku, di satu sisi aku ingin menolaknya tapi di sisi lain aku membenarkannya sudah terjadi pada diriku. Aku merasa hanya TK Primagama itu saja yang kulihat bisnis yang tumbuh karena sebuah proses. Sebelum TK itu "lahir" kami berempat (saya,juni, ahadi, dan candra) merencanakan kelahiran TK ini, kami meeting hampir tiap malam bahkan kami rela pulang ke rumah jam 2 pagi untuk mematangkan bisnis TK ini. Bahkan saat itu saya dan ahadi masih bekerja jadi waktu yg tepat untuk hunting lokasi TK nya baru kami lakukan pada malam hari, proses mengumpulkan modal walau modal kami kurang kami bisa mengatur cashflow supaya TK yg bakal lahir ini tidak kehilangan momentum tahun ajaran baru, ketika lahirpun kami masih sibuk berpromosi setiap malam bergrilya memasang spanduk dan umbul2 di tengah malam, kami memasukan jingle TK Primagama ke radio, kami beriklan di koran dan hampir tiap hari kami evaluasi efek dari media2 iklan tersebut terhadap jumlah siswa yang mendaftar.......luar biasa kami berempat begitu solid dan buahnya sekarang TK Samarinda dan Balikpapan masing2 BEP dalam waktu 1,5 tahun. Kembali lagi bahwa ternyata bisnis yg di bangun melalui sebuah proses yg sehat walau keterbatasan modal ternyata lebih solid dan kokoh dalam menghadapi berbagai cobaan, terbukti cobaan2 perpecahaan karyawan berhasil kita selesaikan. Dan pengalaman membangun bisnis TK ini sayangnya tidak saya tularkan ke bisnis lain yang kebanyakan hanya mengandalkan kekuatan modal saja (hutang pula), jadi benar kata Brad Sugar saya terjebak dalam "kebelet berwirausaha".

Suka tidak suka badai krisis keuangan dunia November 2008 menghantam bisnis2 ku terutama yg core business nya commodity trading, pada saat yg bersamaan tagihan kontraktor rumah baru saya masih ada yg outstanding (walau rumah sudah bisa ditempati), cicilan atas hutang ke bank sudah mulai "terbatuk-batuk" dan cenderung "bengek" ngga tanggung2 3 KPR rumah menjadi beban yg sangat berat, anak ke dua baru lahir dan kebutuhan rumah tangga tentu meningkat tajam, saat itu kepala rasanya mau pecah, ingin rasanya melarikan diri dari semua beban, hanya Allah dan keluarga saja yg membuatku masih berpikiran jernih, mulailah sering sharing atas semua permasalahan2 yang timbul yang ternyata tidak saya aja yg mengalaminya. Sharing2 ini lah yg akhirnya menjadi cikal bakal TDA Samarinda......

Masalahku adalah karena pilihanku, dan konsekwensi dari pilihan hidup ini adalah mempertanggungjawabkan apapun yg terjadi. Benar kata pak Miming "Mentor Hutang ku di EU" ada action maka akan timbul masalah, masalah jangan ditinggal lari tapi di hadapi dengan mengevaluasinya, evaluasi akan menghasilkan solusi dan solusi itu lah yg akan memecahkan masalah kita, kita dewasa dan mandiri karena masalah2 yg kita hadapi dapat kita selesaikan, selama kita lari dari masalah seperti "hilang dari peredaran", ngga mau ketemu pihak bank, cerai dengan istri/suami, bahkan sampai bunuh diri maka selama itu kita masih kekanak-kanakan, dan ciri2 sifat kekanak-kanakan gemar berkeluh kesah.

Masalah2 ini membuat saya dan istri makin kuat (bukan karena sudah jenuh di telpon pihak bank karena tagihan loh..), makin dewasa, dan otak kanan ini makin terexplore dengan maksimal. Kami terus mencari cara bagaimana untuk survive dan mengatur langkah baru untuk mengatur ritme barisan, kami tidak ingin kecolongan lagi, kami terus berupaya untuk menjadi pribadi yg lebih siap. Kami tidak pernah menyesali apa yg sudah terjadi tapi kami belajar dan saya rasa beberapa teman2 EU samarinda memiliki pengalaman dan komitmen yg sama, bahwa tidak ada yg dikambing hitamkan atas kesalahan2 melangkah yg pernah kami alami, resign bukanlah kesalahan dalam melangkah, memutuskan menjadi pengusaha bukanlah kesalahan melangkah, tapi sikap rakus (greedily) dan terburu-buru lah yg menjadi awal kesalahan tsb.

Waduh dah mau maghrib nih, kita sambung lagi yah sharingnya......

Salam Fuuantastic !!!